Koalisi Damai pada 21-22 Februari 2024 lalu mengikuti seminar internasional bertajuk Internet For Trust (I4T) Global Knowledge Network yang berlangsung di Paris, Prancis. Seminar ini bertujuan untuk membentuk jejaring global yang berunsurkan masyarakat sipil untuk membangun kerja sama pemikiran dan pusat penelitian lintas negara untuk mewujudkan tata kelola ruang digital yang lebih baik.
Acara ini juga menjadi momentum masyarakat sipil termasuk Koalisi Damai untuk berjejaring. Koalisi ikut ambil peran sebagai bagian jaringan think tank ini. Jaringan ini mewacanakan untuk melakukan kajian serta advokasi, dan berupaya untuk mewujudkan demokrasi dan moderasi ruang digital, terkait Guidance for Regulation of Digital Platform atau Panduan Pengaturan Platform Digital yang dibuat oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO).
Kegiatan ini mengumpulkan lembaga pemikir dan pusat penelitian terkemuka di bidang kebijakan digital dan data baik dari negara-negara utara maupun selatan. Jaringan ini berfungsi untuk memberikan masukan bagi kebijakan dan praktik tata kelola platform digital dengan mendorong penelitian mendalam mengenai inisiatif tata kelola platform digital yang lebih baik, kerja sama digital, dan infrastruktur digital yang didukung AI, serta informasi dan komunikasi digital secara keseluruhan menggunakan AI generatif.
Penting digarisbawahi bahwa kerja jejaring ini bukan untuk mempromosikan panduan UNESCO namun secara kritis melihat dan memonitor dampaknya. “Misi terbesarnya tentu untuk melihat seberapa jauh tata kelola platform di berbagai negara telah melindungi kebebasan berekspresi dan hak-hak asasi manusia lainnya” ujar Wijayanto yang mewakili Koalisi Damai dalam acara tersebut. Misi lainnya adalah untuk memberikan rekomendasi kebijakan untuk mewujudkan hak-hak itu secara lebih baik dan bermakna di masa depan.
“Kami ingin melihat seperti apa dampak panduan tersebut ke negara-negara di dunia, termasuk di Indonesia,” ujar Wijayanto.
Hal ini dipandang penting karena pada 2024 setidaknya 81 negara demokrasi seperti Amerika Serikat, India, Taiwan, Pakistan, Meksiko, Bangladesh, Afrika Selatan, Korea Selatan, negara-negara Uni Eropa, Rusia termasuk Indonesia melaksanakan pemilihan umum (pemilu). Indonesia sudah terlebih dahulu melaksanakan pemilu secara nasional dan akan melakukan pemilu di tingkat daerah. “Pelajaran dari Indonesia akan jadi bahan kajian bagi negara lain,” ujar Wijayanto lagi.
Menurutnya, ruang digital kini menjadi ruang untuk segenap warga negara untuk melihat dan mempelajari berbagai hal terkait Pemilu. Dalam berdemokrasi, diasumsikan setiap warga negara berdaulat dan memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri. Dasar pengambilan keputusan adalah informasi. Di masa revolusi digital, informasi itu tersedia di ruang publik digital.
Publik digital itu atau di media sosial berisi banyak informasi. Jika informasi tersebut benar adanya, maka hal itu, kata Wija, seperti oksigen dalam ruang demokrasi. Sebaliknya, informasi yang salah dan bohong itu bagai karbon dioksida yang dapat mengarahkan pada hal-hal yang salah. Informasi itu sekarang berada di internet, seperti itulah pernah disampaikan dalam riset Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia.
Dalam jangka pendek, forum ini memberikan atensi terhadap masalah mis/disinformasi, ujaran kebencian, maupun kabar bohong yang secara umum terkait proses menuju, saat, dan pasca pemilu. Isu-isu ini menjadi cukup krusial, mengingat pemilu adalah prosedur penting dalam demokrasi. Jaringan ini ingin memastikan terwujudnya pemilu yang berkualitas di tengah tren pesta demokrasi dunia. Hal ini hanya mungkin terjadi jika warga negara mendapatkan cukup informasi yang benar untuk mengambil keputusan politik terkait masa depan negaranya.
Wija mengharapkan sebagai bagian dari jaringan think tank yang kuat ini, Koalisi Damai dapat menghasilkan riset kebijakan yang bermanfaat dan solid di level nasional maupun internasional. Menurutnya, Koalisi Damai juga perlu mengawasi dua entitas lain yakni pemerintah dan platform digital. Pemerintah punya kecenderungan menyalahgunakan informasi untuk kepentingan kekuasaan. Sedangkan platform digital punya kecenderungan membutuhkan keuntungan dari algoritma yang menghasilkan “noise”, percakapan yang masif sehingga bisa dimonetisasi, seperti dalam teori The Economy of Attention. “Media sosial ‘kan begitu, mereka mencari sebanyak mungkin perhatian, traffic, maka misi untuk menciptakan ruang publik yang sehat, bebas hoaks, hate speech kurang terkompromikan,” ujarnya.
Oleh karenanya, jejaring ini diharapkan bisa memproduksi kajian kritis berbasis data untuk menghasilkan rekomendasi kepada dua entitas atau aktor di atas. Secara khusus dia juga mengharapkan Koalisi Damai dari Indonesia bisa berperan aktif di jejaring ini. Keberadaan negara-negara selatan atau dunia ketiga selama ini kurang diperhitungkan keberadaannya dan kurang didengar dalam kebijakan di perumusan rekomendasi. “Koalisi perlu solidkan diri dan perlu bersuara di forum dunia, forum global,” ujar Direktur LP3ES ini.
Dalam acara dua di Kantor Pusat UNESCO, dibahas beberapa hal seperti kesempatan untuk memvalidasi model operasi jaringan, peta jalan publikasi, dan acara lanjutannya. Dibahas pula rencana untuk acara pendamping Brazil T20 yang akan dilaksanakan beberapa waktu mendatang untuk Gugus Tugas Transformasi Digital yang inklusif.
Pada tahun pertamanya, I4T Global Knowledge Network akan memfokuskan pada identifikasi permasalahan regulasi dan tata kelola utama pada dua tingkat yang saling terkait. Secara umum, jejaring ini akan mengidentifikasi masalah peraturan dan tata kelola seputar jaringan dan platform digital. Secara lebih khusus, masalah yang diidentifikasi mengenai regulasi internet dan platform terkait penyelenggaraan pemilu tahun 2024, dimana 81 negara akan melaksanakan pemilu.
Saat ini sudah terpetakan lebih dari 200 pusat penelitian dan lembaga think tank di seluruh dunia yang bekerja pada isu kebijakan data dan digital. I4T Global Knowledge telah memiliki lebih dari 35 pusat penelitian dan lembaga think tank sebagai anggota pendiri dari seluruh dunia.
**
Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia (Koalisi Damai) terdiri dari 12 organisasi masyarakat sipil dengan dukungan Unesco, bertujuan untuk terlibat dengan platform media sosial untuk memberi saran kepada mereka tentang kebijakan dan praktik moderasi konten, penilaian risiko, dan protokol untuk disinformasi terkait Pemilu dan ujaran kebencian, berdasarkan keahlian dan pemahaman kami yang kuat tentang kompleksitas sosial budaya di lapangan. Koalisi juga akan terlibat dalam upaya peningkatan kesadaran publik, pengembangan kebijakan, dan penelitian, bekerja sama dengan badan-badan negara, masyarakat sipil dan sektor swasta. Ke-12 organisasi anggota koalisi: AJI, AMSI, Perludem, CfDS UGM, CSIS, Ecpat Indonesia, ICT Watch, Jaringan Gusdurian, LP3ES, Mafindo, SAFEnet, Yayasan Tifa.