Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia

Pemblokiran PSE Langgar Hak Warga atas Informasi dan Akses Internet

Jakarta, 21 November 2025 – Koalisi Damai mendesak Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk membatalkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dan menghentikan ancaman pemblokiran terhadap 25 platform digital. Kebijakan ini merupakan penerapan sewenang-wenang dari regulasi yang bermasalah dan mengancam akses pengetahuan serta masa depan ekonomi digital Indonesia.

World Economic Forum, pada 2021, memperkirakan bahwa terdapat lebih dari 1,88 miliar situsweb di dunia. Seluruh situsweb ini masuk dalam kategori PSE lingkup privat yang harus terdaftar menurut PM 5/2020. Kewajiban mendaftar bagi seluruh PSE lingkup privat tanpa kecuali adalah regulasi yang mustahil ditegakkan dan tidak efektif untuk mengatasi penyebaran konten ilegal dan berbahaya di ruang digital. Semestinya, pemerintah menyusun regulasi untuk PSE berdasarkan jenis layanan dan jumlah penggunanya, untuk mengupayakan akuntabilitas dan transparansi platform digital. 

Pada 17 November 2025, Komdigi mengirimkan pemberitahuan resmi kepada 25 Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat yang belum terdaftar, termasuk Wikipedia, ChatGPT, Duolingo, Cloudflare, Dropbox, dan Getty Images. Platform-platform ini diancam sanksi administratif hingga pemutusan akses jika tidak segera mendaftar.

Ancaman pemutusan akses ini dapat berpengaruh besar pada hak warga atas informasi dan akses internet karena memiliki peran signifikan dalam ekosistem internet. PSE seperti Wikipedia misalnya, berkontribusi besar dalam membuat pengetahuan menjadi lebih aksesibel pada warganegara, sedangkan Cloudflare menyediakan layanan internet yang cepat dan aman yang digunakan oleh berbagai situs web, termasuk juga situs pemerintahan.

Tindakan ini menunjukkan pola penerapan yang tidak transparan dan kontraproduktif. Berdasarkan PM Kominfo 5/2020, seluruh PSE wajib mendaftar. Namun, di luar 20an ribu PSE yang sudah mendaftar, Komdigi hanya menargetkan 25 PSE dari satu miliar lebih website dan aplikasi yang bisa diakses di Indonesia. PSE target Komdigi ini dipilih tanpa kriteria yang jelas. Tidak ada transparansi proses penetapan dan tidak ada publikasi analisis dampak sosial-ekonomi sebelum mengancam pemblokiran.

Sejak 2022, Pemerintah telah melakukan ancaman pemblokiran PSE yang tidak terdaftar. Pada Juli 2022, Kemenkominfo memblokir PayPal, Steam, Epic Games, dan platform lain berdasarkan regulasi yang sama. Pemblokiran PayPal memutus mata pencaharian ribuan freelancer dan pekerja kreatif yang mengandalkan platform ini untuk menerima pembayaran dari klien internasional. LBH Jakarta membuka posko pengaduan dan menerima 213 pengaduan dalam 7 hari. Pemerintah akhirnya membuka blokir sementara karena protes masif dengan tagar #BlokirKominfo trending di Twitter.

Ancaman pemblokiran yang tidak proporsional ini berpotensi menambah panjang daftar pelanggaran hak-hak digital di Indonesia dan bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan HAM. Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights (UDHR/DUHAM) juga menyatakan setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. Hak ini mencakup kebebasan untuk memiliki pendapat tanpa campur tangan dan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi dan gagasan dalam bentuk media apa pun dan tanpa memandang batas. Resolusi Majelis Umum PBB 59 (I) (UN General Assembly Resolution 59 (I)) menegaskan bahwa kebebasan informasi sebagai hak asasi manusia yang fundamental.

Pemblokiran akses tersebut juga melanggar Resolusi Dewan Hak Asasi Manusia PBB A/HRC/RES/20/8 tentang “Promosi, Perlindungan, dan Penikmatan Hak Asasi Manusia di Internet” (The promotion, protection and enjoyment of human rights on the Internet). Resolusi ini menyatakan jelas bahwa hak yang dimiliki manusia di dunia luring juga harus dilindungi secara daring, khususnya kebebasan berekspresi, yang berlaku tanpa memandang batas dan melalui media pilihan siapa pun.

Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) telah juga mengukuhkan pokok-pokok HAM di bidang sipil dan politik yang tercantum dalam DUHAM sehingga menjadi ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum dan penjabarannya mencakup pokok-pokok lain yang terkait. Ratifikasi ICCPR melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) yang disertai dengan Deklarasi terhadap Pasal 1 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik membuat ketentuan tersebut secara legal dan sah menjadi tanggung jawab negara.

Selain pemblokiran PSE yang belum terdaftar, PM Kominfo 5/2020 mengandung pasal-pasal bermasalah yang telah dikritik berbagai organisasi masyarakat sipil sejak 2020. Pasal 14 mengatur bahwa masyarakat, kementerian atau lembaga, aparat penegak hukum, hingga pengadilan dapat melakukan permintaan takedown “meresahkan masyarakat” dan “mengganggu ketertiban umum”. Dua istilah ini memiliki definisi yang sangat luas dan berpotensi melanggar kebebasan berpendapat warga. 

Pasal 21 dan 36 memberikan akses data pengguna kepada aparat penegak hukum dengan waktu penyerahan hanya 5 hari, tanpa kewajiban surat penetapan pengadilan untuk akses data elektronik. Regulasi ini diundangkan sebelum UU Pelindungan Data Pribadi disahkan (2022), sehingga tidak ada kerangka perlindungan data yang memadai.

Oleh karena itu, Koalisi Damai mendesak:

  • Batalkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020. Regulasi ini bermasalah dengan pasal-pasal multitafsir dan ancaman terhadap privasi. Ancaman pemblokiran terhadap PSE yang belum registrasi seperti dilakukan Komdigi selama ini tidak efektif dan tidak proporsional;
  • Hentikan ancaman pemblokiran yang tidak proporsional terhadap PSE dan prioritaskan untuk menindak platform yang ilegal dan jelas berbahaya bagi publik;
  • Lakukan tata kelola moderasi konten dan penegakan hukum secara transparan dan akuntabel. Pemerintah harus mempublikasikan kriteria, alasan dan metodologi pemilihan PSE yang masuk daftar notifikasi, termasuk melakukan analisis dampak dari pemblokiran;
  • Lakukan revisi terbatas untuk UU ITE untuk mengatur tanggung jawab platform. Revisi ini perlu mengatur setidaknya tiga hal, yakni: 
  1. Aspek transparansi dan laporan pertanggungjawaban platform maupun instansi pemerintah; 
  2. Penerapan kebijakan asimetris yang proporsional bagi platform, bahwa platform dengan basis pengguna yang besar di Indonesia memiliki kewajiban yang lebih besar pula; serta, 
  3. Penerapan prinsip partisipasi bermakna dari pemangku kepentingan lain seperti masyarakat sipil dan platform dalam pembuatan, penerapan, serta pengawasan kebijakan digital.

Koalisi Damai menegaskan bahwa kedaulatan digital bukan berarti melakukan kontrol secara sewenang-wenang. Pelindungan ruang digital membutuhkan regulasi proporsional, transparan, dan berbasis HAM.

Tentang Koalisi Damai

Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia (Koalisi Damai) adalah koalisi yang beranggotakan 16 organisasi masyarakat sipil dan dibentuk untuk melawan ujaran kebencian dan disinformasi sambil memperjuangkan tata kelola ruang digital yang demokratis dan berbasis hak asasi manusia.

Anggota Koalisi Damai:

  • AJI Indonesia
  • AMSI
  • CfDS UGM
  • CSIS Indonesia
  • ECPAT Indonesia
  • ELSAM
  • ICT Watch
  • Jaringan Gusdurian
  • LP3ES
  • Mafindo
  • SAFEnet
  • Yayasan Tifa
  • Perludem
  • PR2Media
  • Remotivi
  • Wikimedia Indonesia

Share

Related Posts