
Jakarta, 29 Oktober 2025 – Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia (Koalisi Damai) mendesak pemerintah untuk menunda pelaksanaan Sistem Administrasi Muatan (SAMAN) yang diatur dalam Kepmen Kominfo 522 Tahun 2024 hingga dilakukan perbaikan mendasar terhadap kerangka regulasi konten digital Indonesia. Penundaan ini diperlukan karena definisi dan mekanisme takedown konten saat ini masih mengandung kelemahan serius yang mengancam kebebasan berekspresi dan kebebasan pers yang dijamin konstitusi.
Sistem SAMAN, yang rencananya diimplementasikan pada akhir Oktober 2025, adalah sistem yang dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Digital yang memaksa platform media sosial seperti Facebook, Instagram, X, TikTok, dan YouTube untuk menghapus konten dalam 4-24 jam berdasarkan perintah pemerintah. Apabila platform gagal memenuhi permintaan ini, ia diancam denda hingga 500 juta rupiah per konten hingga pemblokiran total jika tidak patuh.
Sistem ini beroperasi di atas fondasi hukum yang bermasalah, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE). Pasal 96 huruf (b) PP ini memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk memutus akses terhadap konten “meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum”. Frasa ini subjektif dan rentan disalahgunakan untuk membungkam kritik terhadap pemerintah, investigasi jurnalistik, atau laporan korupsi.
Dalam beberapa bulan terakhir, Koalisi Damai mencatat sejumlah kasus takedown konten terhadap ekspresi-ekspresi kritis yang sah di berbagai platform media sosial. Pada Juni 2025, Kementerian Komunikasi dan Digital meminta platform X menghapus akun-akun yang membahas sejarah kekerasan seksual 1998, jurnalisme data, dan kritik terhadap tambang nikel. Gelombang demonstrasi sepanjang Agustus-September lalu pun diwarnai penurunan konten yang masif. Kasus-kasus ini menunjukkan bagaimana aturan karet yang diberlakukan saat ini dapat digunakan untuk menyensor konten yang seharusnya dilindungi sebagai ekspresi demokratis yang sah, dan dijamin dalam instrumen HAM nasional maupun internasional.
Oleh karena itu, Koalisi Damai mendesak:
1. Penundaan pelaksanaan SAMAN hingga perbaikan mendesak dilakukan terhadap PP 71 PSTE;
2. Penghapusan frasa “meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum” di Pasal 96 PP 71 PSTE. Ketiadaan parameter objektif untuk menentukan apa yang “meresahkan” dan “mengganggu” membuat pasal ini menjadi instrumen karet yang dapat ditafsirkan secara sewenang-wenang oleh penguasa. Berbeda dengan Pasal 96 huruf (a) yang merujuk pada pelanggaran hukum spesifik seperti pornografi dan perjudian, huruf (b) memberikan ruang interpretasi yang tidak terbatas dan bertentangan dengan prinsip kepastian hukum;
3. Pemerintah membentuk panel ahli independen yang melibatkan masyarakat sipil dalam menilai aduan konten dan permintaan banding dalam SAMAN. Panel ini akan berfungsi sebagai mekanisme checks and balances, memastikan bahwa keputusan takedown tidak diambil secara sepihak oleh birokrasi pemerintah tanpa pertimbangan dari ahli independen yang memahami kompleksitas kebebasan berekspresi, jurnalisme, dan hak asasi manusia;
4. Berikan pengecualian eksplisit terhadap konten pewartaan dan jurnalisme warga dalam mendefinisikan konten yang berbahaya. Jurnalisme investigasi sering kali harus menampilkan fakta-fakta yang tidak menyenangkan bagi sementara pihak, untuk mengungkap kebenaran kepentingan publik. Tanpa pengecualian ini, jurnalis dan jurnalis warga akan terus berisiko dikriminalisasi ketika menjalankan fungsi pengawasan publik yang esensial dalam demokrasi.
5. Publikasikan laporan transparansi berkala untuk meningkatkan akuntabilitas dan membangun kepercayaan publik terhadap proses moderasi konten. Pemerintah mesti secara terbuka mengungkap laporan yang menyajikan jumlah, jenis, dan dasar hukum permintaan take down konten kepada platform digital. Platform digital juga mesti secara transparan melaporkan tindakan yang diambil terhadap permintaan dari pemerintah melalui SAMAN.
6. Gunakan pendekatan strategis dan sistematis dalam perbaikan kerangka kebijakan konten digital di Indonesia, bukan kasus per kasus. Pemerintah semestinya membuat aturan apa saja yang melanggar dan apa saja yang perlu dilakukan oleh platform untuk aspek akuntabilitas dan transparansi. Dengan demikian, tugas pemerintah mengawasi ketaatan platform dan melakukan penyelidikan (bisa diikuti sanksi) jika ada pelanggaran berulang dan sistemik. Platform juga perlu diwajibkan melakukan asesmen risiko untuk menentukan kemungkinan dan dampak konten ilegal dan berbahaya di platformnya sebagai langkah pencegahan. Jadi pemerintah perlu mengatur kewajiban platform media sosial dalam melakukan langkah pencegahan dan penanganan. Pendekatan strategis ini akan lebih efektif dalam mengatasi konten ilegal dan berbahaya.
Koalisi Damai menegaskan bahwa perlindungan ruang digital yang aman tidak boleh mengorbankan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers yang merupakan pilarpenting demokrasi. Kami percaya bahwa prinsip proporsionalitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam moderasi konten hanya dapat tercipta dengan partisipasi masyarakat sipil serta definisi hukum yang jelas dan terpilah.
Penundaan SAMAN dan revisi PP 71 PSTE akan menegaskan komitmen pemerintah Indonesia terhadap demokrasi, hak asasi manusia, dan kewajiban internasional yang telah diratifikasi.
Tentang Koalisi Damai
Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia (Koalisi Damai) adalah koalisiyang beranggotakan 16 organisasi masyarakat sipil dan dibentuk untuk melawan ujaran kebencian dan disinformasi sambil memperjuangkan tata kelola ruang digital yang demokratis dan berbasis hak asasi manusia.
Anggota Koalisi Damai:
● AJI Indonesia
● AMSI
● CfDS UGM
● CSIS Indonesia
● ECPAT Indonesia
● ELSAM
● ICT Watch
● Jaringan Gusdurian
● LP3ES
● Mafindo
● SAFEnet
● Yayasan Tifa
● Perludem
● PR2Media
● Remotivi
● Wikimedia Indonesia